Senin, 02 Januari 2012

TEORI INFORMATION SEEKING DAN PERANANNYA DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan adalah “ as an integral part of development, and communication as a set of variables instrumental in bringing about development “ ( Roy dalam Jayaweera dan Anumagama, 1987 ).Siebert, Peterson dan Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan negara.
Peranan komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan. Everett M. Rogers (1985) menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Pada bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan.
Informasi tidak hanya sekedar produk sampingan, namun sebagai bahan yang menjadi faktor utama yang menentukan kesuksesan atau kegagalan, oleh karena itu informasi harus dikelola dengan baik. Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna, lebih berarti dan bermanfaat bagi penggunanya. Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. Menurut Donohew dan Tipton (1973), Information Seeking menjelaskan tentang pencarian, penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan, diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin komunikasi efektif dan memiliki makna yang mampu mengarahkan pencapaian tujuan pembangunan. Hal itu perlu sekali dilakukan karena proses pembangunan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Komunikasi pembangunan ini harus mengedepankan sikap aspiratif, konsultatif dan relationship. Karena pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal tanpa adanya hubungan sinergis antara pelaku dan obyek pembangunan. Apalagi proses pembangunan ke depan cenderung akan semakin mengurangi peran pemerintah, seiring semakin besarnya peran masyarakat.
Pada intinya semua teknologi informasi hampir tidak ada yang tidak pernah digunakan dalam program pembangunan baik itu pengembangan masyarakat, dari komunikasi tatap-muka, kelompok hingga massa, melalui media cetak elektronik, hingga multi-media. Oleh karena dalam makalah ini penting untuk dibahas bagaimana peran teori information seeking dalam komunikasi pembangunan.












BAB II
PEMBAHASAN

1. Komunikasi Pembangunan
Komunikasi Pembangunan adalah proses penyampaian materi dalam rangka meningkatkan sesuatu agar menjadi lebih baik. Komunikasi pembangunan, menurut (Quebral,1986) adalah “Suatu pencarian bersama tentang isi, dan metode komunikasi yang lebih sesuai dengan keadaan masyarakat miskin yang berjuang menuju suatu kehidupan yang lebih baik”.
Komunikasi pembangunan atau komunikasi pengembangan masyarakat, memastikan proses dialog yang bersama masyarakat untuk menemukan perubahan yang diinginkan melalui pendekatan komunikasi. Perubahan yang diinginkan, pada perubahan prilaku manusianya. Perubahan perilaku yang permanen, mewujud dalam kebiasaan. Karena pendekatan komunikasi tidak bisa menyelesaikan masalah selain komunikasi. Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.
Konsep komunikasi pembangunan sangat membuka peluang untuk mendorong komunikasi intensif melalui dialog dengan kelompok-kelompok strategis dalam rangka membangun kemitraan untuk mempengaruhi kebijakan publik sebelum diputuskan. Berbagai kelompok yang perlu dilibatkan dalam kemitraan antara lain Perguruan Tinggi, LSM, pers dan berbagai elemen pendukung pembangunan lainnya. Agar komunikasi pembangunan berjalan dengan efektif, maka diperlukan suatu pusat komunikasi yang menjadi rujukan dari pelaku-pelaku pembangunan maupun pihak-pihak yang berkompeten dalam penyelenggaraan pembangunan untuk memperoleh informasi dan koordinasi pembangunan secara terpadu.
Peranan Komunikasi dalam Pembangunan
Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan; terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Dalam arti sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan- gagasan yang disampaikan.
Dalam karyanya, Schramm (1964) merumuskan tugas pokok komunikasi dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional, yaitu :
1) menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional.
2) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang membuat keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas.
Hedebro (1979) mendaftar 12 peran yang dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan, antara lain:
1) Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental, dan bentuk perilku yang menunjang modernisasi.
2) Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga ke keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3) Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4) Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis yang ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile.
5) Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata.
6) Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan dari masa transisi.
2. Informasi
Kualitas informasi tergantung pada empat hal yaitu akurat, tepat waktu, relevan dan ekonomis, yaitu:
a. Akurat
Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan bagi pengguna yang menerima dan memanfaatkan informasi tersebut. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya. Dalam prakteknya, mungkin dalam penyampaian suatu informasi banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat merubah atau merusak isi dari informasi tersebut. Informasi dikatakan akurat jika mengandung komponen:
 Completeness, berarti informasi yang dihasilkan atau dibutuhkan harus memiliki kelengkapan yang baik, karena bila informasi tidak lengkap akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
 Correctness, berarti informasi yang dihasilkan atau dibutuhkan harus memiliki kebenaran.
 Security, berarti informasi yang dihasilkan atau dibutuhkan harus memiliki keamanan.
b. Tepat waktu
Informasi yang diterima harus tepat pada waktunya, informasi yang usang (terlambat) tidak mempunyai nilai yang baik bagi pengguna tertentu, sehingga bila digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan akan berakibat fatal. Saat ini mahalnya nilai informasi disebabkan harus cepatnya informasi tersebut didapat, sehingga diperlukan teknologi-teknologi mutakhir untuk mendapatkannya, mengolah dan mengirimkannya.
c. Relevan
Informasi harus mempunyai relevansi atau manfaat bagi si pengguna. Relevansi informasi untuk satu pengguna tertentu dengan yang lainnya berbeda.
d. Ekonomis
Informasi yang dihasilkan mempunyai manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya mendapatkannya. Sebagian besar informasi tidak dapat tepat ditaksir keuntungannya dengan satuan nilai uang tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya.
3. Perilaku Informasi (information behaviour)
Perilaku informasi (information behavior) merupakan keseluruhan perilaku manusia yang berkaitan dengan sumber dan saluran informasi. termasuk perilaku pencarian dan penggunaan informasi baik secara aktif maupun secara pasif. Menonton televisi dapat dianggap sebagai perilaku informasi, demikian pula dengan komunikasi face to face. Perilaku penemuan informasi (information seeking behavior) merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu. Dalam upaya ini, seseorang bisa saja berinteraksi dengan sistem informasi manual (koran, sebuah perpustakaan) atau sistem informasi yang berbasis komputer. Perilaku pencarian informasi (information searching behavior) merupakan perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku mencari yang ditunjukkan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem informasi. Perilaku ini terdiri dari berbagai bentuk interaksi dengan sistem, baik di tingkat interaksi dengan komputer (misalnya penggunaan mouse atau tindakan meng-klik sebuah link), maupun di tingkat intelektual dan mental (misalnya penggunaan strategi Boolean (bentuk information retrieval system/sistem temu kembali informasi) atau keputusan memilih buku yang paling relevan di antara sederetan buku di rak perpustakaan) .
Dalam bahasa Inggris seeking dibedakan dari searching. Di Indonesia selama ini keduanya diterjemahkan sebagai mencari, lawan-kata dari menelusur secara serampangan, atau merawak (browsing). Menurut penulis, sesuai uraian Wilson di atas, seeking bersifat lebih umum walaupun tidak seserampangan browsing, sedangkan searching bersifat lebih khusus dan terarah. Sebab itu, information seeking adalah upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah. Perilaku penggunaan informasi (information user behavior) terdiri dari tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya.
Perilaku manusia tak lekang dari semesta yang menghidupinya. Menurut Wilson, kalimat ini berlaku mutlak dalam upaya mempelajari perilaku informasi (information behavior). Inti dari pendapat Wilson di awal upayanya mengembangkan teori tentang perilaku informasi ini dapat dilihat dalam bentuk gambar berikut yang adaptasi oleh Putu Laxman Pendit dari artikel Wilson, “On user studies and information needs” yang termuat di Journal of Documentation vol. 35 no. 1 tahun 1981.


Gambar 1: Perilaku manusia tak lekang dari semesta yang menghidupinya
Dari model tersebut terlihat ada tiga faktor yang dianggap penting untuk menjelaskan fenomena kebiasaan menemukan informasi (information seeking), yaitu konteks kehidupan pencari informasi, sistem informasi yang digunakannya, dan sumberdaya informasi yang mengandung berbagai informasi yang diperlukan. Ketiga aspek ini berada di dalam semesta pengetahuan. Wilson juga menekankan bahwa sistem dalam model di atas dapat berupa sistem yang sepenuhnya manual, atau yang sepenuhnya berbantuan mesin (komputer), atau sistem yang digunakan sendiri secara mandiri oleh pencari, atau dapat pula berupa sistem yang menyediakan bantuan perantara alias mediator.



4. Teori information seeking
Menurut Donohew dan Tipton (1973), Information Seeking menjelaskan tentang pencarian, penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. Mencari informasi berkaitan dengan, tetapi belum berbeda, pengambilan informasi (IR). information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
Dalam istilah sederhana, information seeking melibatkan pencarian, pengambilan, pengakuan, dan penerapan isi yang maknawi. Pencarian ini bisa eksplisit atau implisit, pencarian mungkin hasil dari strategi khusus atau kebetulan, informasi yang dihasilkan mungkin akan dipeluk atau ditolak, seluruh pengalaman dapat dilakukan melalui suatu kesimpulan logis atau dihentikan di tengah jalan, dan mungkin ada juta potensi hasil lainnya.
Information seeking telah dilihat sebagai latihan kognitif, sebagai pertukaran sosial dan budaya, sebagai strategi diskrit diterapkan ketika menghadapi ketidakpastian, dan sebagai syarat dasar kemanusiaan di mana semua individu ada. Bahkan, perilaku informasi mungkin istilah yang lebih tepat, bukan mencari informasi, untuk terbaik menggambarkan hubungan multi-faceted informasi dalam kehidupan manusia, sebuah hubungan yang dapat mencakup baik aktif mencari melalui saluran informasi formal dan berbagai lain sikap dan tindakan, termasuk skeptisisme dan ambivalensi ( Pendleton & Chatman 1998 ).
Kuhlthau menjelaskan proses information seeking sebagai inisiasi, pemilihan, eksplorasi, perumusan, pengumpulan, dan presentasi.
1. Inisiasi
Inisiasi dimulai dengan pengakuan kebutuhan informasi dan melibatkan upaya pertama untuk menyelesaikan ketidakpastian. Dalam teori psikologi perilaku, ketidakpastian, kebaruan, dan varietas memberikan motivasi awal untuk mencari informasi ( Wentworth & Witryol 1990 ). Keinginan psikologis untuk memprediksi hasil, untuk mengetahui yang tidak diketahui, atau untuk memperluas jangkauan pengalaman berfungsi sebagai daya dorong utama untuk mencari informasi dari perspektif behavioris. George Kelly berangkat dari kedua behaviorisme dan psikologi kognitif tradisional untuk menyarankan pengetahuan itu, dan informasi mencari yang membangun pengetahuan, muncul dari konstruksi pribadi ketimbang pengambilan murni objektif dan aplikasi (1955). Proses dan produk dari konstruksi ini adalah pengalaman unik dipengaruhi oleh keadaan kognitif, afektif, dan material individu. Kebutuhan untuk memodifikasi pribadi konstruksi sebagai situasi yang baru dan pengalaman muncul kebakaran mencari informasi.
Menggambar pada teori komunikasi dan metodologi kualitatif, pendekatan pembuatan akal untuk informasi pemahaman mencari dan menguraikan penggunaan atas beberapa ide-ide Kelly, tentang pencarian informasi sebagai konstruktif dinamis, dan dinegosiasikan fenomena, ( Dervin 1999 ). Individu terus-menerus membuat dan unmake pemahaman dan perspektif melalui eksplorasi perhubungan luas dan mendalam informasi yang adalah hidup. eksplorasi ini terjadi sebagai proses komunikatif, dialog berpotongan yang melampaui data untuk menyertakan emosi, ide-ide, nilai, pendapat, takhayul, dan keyakinan pada tingkat pribadi dan sosial. Dari perspektif rasa-pembuatan kompleksitas dan perubahan, awal dari sebuah tindakan tertentu atau situasi mencari informasi ini terletak dalam konteks yang lebih luas.
2. Seleksi
Setelah satu mengakui perlu tahu, pertanyaan tentang apa yang perlu mengetahui harus dijawab. Dalam seleksi, mengetengahkan individu informasinya perlu sehubungan dengan topik umum atau bidang pengetahuan. mencari informasi situasi formal mungkin memerlukan seorang individu untuk berhubungan dengan taksonomi yang sangat terorganisir area yang tunduk pada pertanyaan tertentu atau masalah. Sebagai contoh, sekolah istilah kertas tugas sering meminta siswa untuk menyelidiki pertanyaan penelitian dengan menggunakan metode yang ditentukan, untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi tertentu, dan untuk menyajikan temuan mereka dalam format yang seragam. Untuk menyelesaikan tugas, mahasiswa harus menerjemahkan kebutuhan informasi mereka ke dalam sistem organisasi yang perpustakaan dan agen-agen informasi lainnya telah dikembangkan. Namun, semua ini ketertiban dan peraturan memungkiri kekacauan yang melekat untuk benar-benar menempatkan sebuah pertanyaan tak terjawab dalam skema luas pengetahuan manusia.
Menjawab pertanyaan berorientasi fakta sederhana menyajikan sedikit kesulitan menemukan di luar disiplin yang sesuai, bidang topik, atau deskriptor subjek. Namun, masalah yang kompleks sering membutuhkan banyak pemikiran dan usaha. Individu harus menggambar apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, ikuti web besar tangen dan isu-isu sisi ke sisi jantung dilema, mengidentifikasi berbagai disiplin ilmu dengan perspektif terhadap masalah ini, dan berhubungan hierarki eksternal dan sistem data untuk tayangan internal unik dan berbeda kebutuhan pribadi. Tentu saja, isu yang paling relevan dan penting dalam hidup cenderung menjadi yang paling rumit. Filsafat fenomenologi, dengan penolakannya terhadap obyek / dikotomi subjek, menunjukkan bahwa setiap pencarian informasi situasi adalah pengalaman unik, dibuat berbeda dengan segala sesuatu pencari membawa untuk mencari ( Budd 2001 ). Dengan demikian, sedangkan taksonomi diperlukan dan bermanfaat bagi organisasi informasi, tindakan pemilihan tempat permintaan tangguh pada individu untuk menghubungkan pribadi dan khas dengan tujuan dan umum. Dalam proses pencarian informasi model-nya, Kuhlthau tampaknya mengenali tantangan dan menekankan bahwa individu harus didorong untuk melanjutkan dengan langkah mereka sendiri dalam proses seleksi dan bahwa perasaan kecemasan umum dalam proses ini harus diakui dan ditegaskan (1993).
Tahap eksplorasi menemukan pencari mencari informasi tentang topik atau topik yang menarik, bergulat dengan konsep dasar, dan mengidentifikasi isu-isu terkait. Eksplorasi berfungsi sebagai metode yang dasar-dasar konstruksi baru diletakkan, "membuka dimensi-dimensi pribadi dari makna dalam alam semesta dipahami dalam hal proses ( Warren 1991 , 529). " Eksplorasi menyediakan topografi yang satu melintasi untuk mengukir jalan yang individu pemahaman. Baik dan sosial faktor pribadi mempengaruhi baik proses dan produk dari eksplorasi ( Gandy 1998 , Pendleton & Chatman 1998 , Dervin 1999 , Kuhlthau 1993 , Budd 2001 ). Selanjutnya, individu cenderung untuk informasi nilai yang diperoleh dari-tangan investigasi pertama dalam lingkup kehidupan sehari-hari, seperti belajar dari pengalaman mereka sendiri dan mencari saran dari orang lain dalam kelompok sosial mereka ( Pendleton & Chatman 1998 , Myers 1998 ). Hal ini tidak berarti informasi yang dari luar ranah pribadi dan sosial secara langsung tidak relevan atau membantu dalam mencari informasi, tetapi kolaborasi dan komunikasi membayar individu kesempatan untuk menggunakan informasi tersebut dalam cara-cara yang bermakna.
Aspek lain dari eksplorasi yang model teoretis beberapa mencari informasi alamat adalah risiko yang melekat yang datang dengan mengakui apa yang tidak diketahui, atau hanya sebagian diketahui, dan membuka diri sampai dengan pengetahuan baru. Dari perspektif sosial, pencarian informasi dapat dianggap sebagai normatif proses sosial, sebuah cara dengan mana individu mengidentifikasi, beradaptasi, dan nilai-nilai transfer, keyakinan, ide, dan kode perilaku ( Pendleton & Chatman 1998 ). Mencari informasi adalah komunikasi, dan komunikasi lebih dari pertukaran data substantif, itu adalah hubungan di mana peserta berbagi ide-ide mereka tentang diri mereka sendiri, kohort mereka, dan lain-lain di luar hubungan. Akibatnya, eksplorasi menjadi sebuah instance dari negosiasi antara diri, dalam segala aspek, dan dunia yang lebih besar di mana identitas pencari dan status sosial keduanya rentan. Penawaran pencari kebebasan untuk menyelidiki dengan langkah mereka sendiri, membina lingkungan non-mengancam di mana kesalahan diterima dan belajar dari, dan kerja sama mendorong mungkin mengurangi beberapa ketakutan dan frustrasi yang eksplorasi dan selanjutnya tahap mencari informasi memerlukan ( Wood et al. 2000 , Kuhlthau 1997 , Mokros et al 1995. ).
Sebagai individu mulai menggunakan informasi umum untuk menghasilkan pertanyaan lebih spesifik dan rinci, untuk mempersempit topik mereka, dan untuk mulai mencari informasi dari kedalaman lebih besar dari luas, mereka terlibat dalam perumusan. Formulasi mengharuskan pencari untuk membuat hubungan antara ide-ide yang berbeda, untuk berpikir kritis tentang informasi yang ditinjau sejauh ini, dan membuat pilihan pribadi yang relevan berdasarkan belajar nya. Penyelidikan membentuk masa depan tergantung pada lebih dari deduksi logis, sebagai perspektif baru muncul keluar dari negosiasi antara informasi baru dan konsep-konsep sebelumnya dalam konteks keseluruhan hidup individu ( Gandy 1998 , Warren 1991 , Pendleton & Chatman 1998 , Dervin 1999 ). Fokus informasi dengan karakter spesifik dan dimensi dari suatu masalah tertentu memerlukan pengetahuan khusus, dan individu harus dipertimbangkan ahli dalam hal memahami dunia mereka, kebutuhan informasi mereka, dan cara informasi dapat diterapkan pada konteks spesifik dari kehidupan mereka ( Dervin 1999 ).
Dalam merumuskan fokus yang lebih jelas untuk investigasi mereka, individu mempertimbangkan bagaimana informasi baru pas ada konstruksi dan menghadapi ketidakpastian yang datang dengan membentuk kembali ide-ide lama untuk mengakomodasi perspektif baru:perasaan membingungkan yang umumnya terkait dengan Pengguna mengalami kecemasan .. formulasi dan frustrasi karena mereka menghadapi informasi yang tersedia dari berbagai perspektif, banyak yang tidak kompatibel dengan mereka sendiri konstruksi ( Kuhlthau 1993 , 115).
Sama seperti di eksplorasi, individu harus menginvestasikan sebagian dari diri mereka sendiri dalam refleksi dan gejolak merumuskan arah yang lebih disengaja untuk pencarian mereka. ( Kuhlthau 1993 , Mokros et al 1995. ). Meskipun stres mengembangkan wilayah tertentu dari konsentrasi dapat menyebabkan beberapa untuk meninggalkan pencarian mereka untuk informasi, mereka yang berhasil menemukan sempit dan individual lingkup yang lebih untuk pertanyaan mereka sering mengalami lebih semangat ketika mereka melanjutkan dalam penelitian mereka ( Kuhlthau 1993 ). Formulasi bisa berantakan dan tidak nyaman, tetapi di sinilah letak pengalaman bahwa kreativitas semua cita - ekspresi perspektif yang unik seseorang, sebuah visi yang akan memandu upaya-upaya seseorang untuk berbuah mereka.
3. Koleksi
Dalam pengumpulan, mengumpulkan pencari dan sumber daya review yang membahas fokus khusus ia telah dirumuskan. Pada titik ini, individu harus memiliki cukup berkembang suatu pemahaman umum tentang prinsip-prinsip dan konsep yang mendasari masalah nya untuk membuat keputusan mengenai relevansi dari kedua isi dan bentuk. Jika tujuan mencari informasi adalah untuk mengembangkan pemahaman pribadi, maka koleksi melibatkan lebih dari menerima atau menolak bit data. Koleksi memerlukan individu untuk memilih tidak hanya apa yang erat dengan perhatian khusus tetapi juga untuk menentukan bagaimana setiap ide baru cocok menjadi solusi berkembang, untuk mengatur dan dapat terhubung informasi dengan cara yang berlaku dari kedua tujuan dan perspektif subyektif.
4. Presentasi
Kuhlthau menggambarkan tahap presentasi dalam proses pencarian informasi model-nya dalam hal pidato, laporan, atau produk lain untuk latihan sekolah atau tugas (1993). Namun, semua orang menyajikan buah dari informasi mereka mencari ketika mereka menerapkan pengetahuan baru. Sebagai informasi yang dimasukkan untuk digunakan, isu-isu kekuasaan dan kewajiban timbul. pengetahuan baru dapat menjadi alat untuk perlawanan atau asimilasi. Ini mungkin membantu untuk memecahkan masalah atau mengungkapkan kedalaman lebih besar dari disonansi dan kontroversi. Ini dapat memberikan wawasan tentang masalah, tetapi tidak dapat menjamin bahwa keadaan luar akan memungkinkan untuk solusi. Terlepas dari hasil nya, aplikasi dan transformasi data ke dalam pemahaman pribadi baru berfungsi sebagai hasil penting yang membedakan mencari informasi dari pencarian informasi.
5. Peranan information seeking dalam komunikasi pembangunan
Telaah tentang komunikasi, informasi dan pembangunan yang singkat ini kita dapat lebih mengenali secara kritis inti dari topik kita ini bahwa, komunikasi pembangunan sesungguhnya adalah program komunikasi yang digagas untuk mendorong upaya-upaya penguatan yang sedang dikembangkan bersama kelompok-kelompok yang terpinggirkan menuju kehidupan yang lebih baik. Komunikasi Pembangunan bukan komunikasi yang dibangun dari pandangan patron-klien, yang mengagung-agungkan sikap belas-kasihan yang sesungguhnya pada saat yang sama berarti merendahkan martabat kemanusiaan itu sendiri bahkan dapat merampas modal-dasar kita yakni, kedaulatan dalam menolong diri-sendiri. Tetapi, bagaimana kita dapat mendayagunakan keberadaan indera-indera, saluran-saluran dan teknologi komunikasi, informasi, dan proses belajar yang berkesesuaian dengan keadaan kehidupan sehari-hari, keyakinan, kepercayaan dan kebiasaan dan harapan-harapan para pelakunya? Tentu berbagai pilihan cara dapat ditempuh. Salah satunya adalah memulainya dengan mengidentifikasi dan menerapkan fungsi-fungsi informasi dalam setiap kegiatan komunikasi pembangunan. Identifikasi Kegunaan antara lain :
1. Memperlancar Proses Belajar;
2. Mempermudah Proses Belajar;
3. Memperkuat Proses Belajar;
4. Membuat Menarik dan Merangsang Proses Belajar;
5. Menumbuhkan Semangat Partisipasi dalam Proses Belajar.
Dengan pemikiran demikian, komunikasi pembangunan ‘cara lama’ (tradisional) dimana peran agen pembangunan adalah sebagai ‘guru’ dan sumber informasi diganti menjadi sebagai fasilitator yang saling belajar dan saling bertukar informasi dengan masyarakat. Agen pembangunan juga bertugas untuk memperkenalkan sumber-sumber informasi lainnya agar masyarakat bisa mengakses. Diharapkan, lambat laun masyarakat mampu memfasilitasi dirinya sendiri dan memilih serta mencari informasi yang dibutuhkannya. Selain itu, menghargai kemampuan dan pengetahuannya sendiri.
Komunikasi yang demikian, dimana ‘orang luar’ dan masyarakat menjadi mitra belajar dan mitra diskusi, seringkali disebut sebagai komunikasi partisipatif, atau bahkan disebut juga sebagai komunikasi pembebasan (membebaskan masyarakat dari perasaan malu untuk berbicara, takut salah, rendah diri, dan sebagainya).










DAFTAR PUSTAKA


Mulyana,dedi.,2000, Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. remaja Rosdakarya
Gamble,teri Kwal,dkk.,Communication Works, New York : McGraw-Hill Companies
Littlejohn,Stephen W.,2005, Theories Of Human Communication,
http://driyamedia.co.cc/metodologi/kilas-balik-komunikasi-embangunan.html
http://aridwanfirdaus.blogspot.com/2009/12/komuniksi-pembangunan.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Information_seeking
http://restyjf.blog.ugm.ac.id/2009/05/11/information-behavior/
http://www.webpages.uidaho.edu/~mbolin/kingrey.html
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses- pembangunan-dalam-proses-keperawatan/
http://aurajogja.files.wordpress.com/2006/09/komunikasi-pembangunan-a5.PDF

1 komentar:

  1. Mau nanya untuk teori information seeking dapet dari buku mana ya?:)

    BalasHapus